Negeri Para Priyayi
Pasca reformasi, situasi dan kondisi seolah-olah
berubah drastis. Seperti sikap optimistis berganti menjadi apatis oprtunis. Sarjana,
birokrat serta aparat lahir dan tumbuh bersama-sama pada dasarnya, di mulai sejak
masih menginjak usia balita, hingga beranjak memasuki usia dewasa.
Namun, untuk urusan mati, itu perkara nanti,
tergantung rejeki serta budi pekerti. Konon katanya, sejak masa lampau bangsa
ini lekat erat dengan julukan negeri para priyayi serta para pak haji. Tak
peduli, yang sudah berkali-kali atau baru satu kali, itupun belum tentu
terjadi. Dikarenakan, ada peraturan mengenai pembatasan kouta haji.
Beda Bangsa, beda Benua.Telah membuat banyak
perbedaan, termasuk dalam hal sudut pandang juga ikut berubah, mau tak mau.
Itulah, sebab akibat, mengapa variable gengsi ukurannya lebih tinggi di banding
variable esensi.
Selalu tercatat, dalam tinta sejarah bangsa ini.
Setiap musim haji tiba, banyak yang datang dengan ceria, tapi pulang biasanya
hanya tinggal nama, banyak. Meski, sering di katakan, oleh arwah-arwah
gentayangan yang tak jelas rupa, namun banyak cerita.
Yang mati, saat berhaji,
sudah pasti masuk surga, walaupun belum tentu minta maaf dengan sanak keluarga,
apalagi tetangga.
Dunia, memang sering aneh. Terlebih, kematian itu sudah pasti terjadi,
akan tetapi devisa untuk negara, harus tetap ada dan terjaga. Walaupun, harus
di bayar, dengan sebuah nyawa oleh manusia-manusia tua renta, yang siap tutup
usia. Dari hal luar biasa, berubah menjadi biasa, seolah ada persamaan makna di
balik sepatah kata yang berbeda, titik koma.
Berlomba dalam kebaikan, keimanan serta
ketakwaan. Memang, senantiasa selalu di wajibkan. Begitulah anekdot yang sering
kita dengar, namun belum tentu kita jalankan, bukan. Lantas, bukan menjadi satu
alasan, untuk kita mengabaikan kemiskinan serta buruknya potret pendidikan.
Tak ada yang salah, ataupun mau menyalahkan yang
pergi haji apalagi seseorang sekaliber Menteri Ekonomi. Akan tetapi, berbuat
dengan tindakan pasti, dengan tulus kasih, tanpa embel-embel pergi ke luar
negeri. Mungkin, akan sangat di hormati dan di segani, di negeri ini, ketimbang
terlalu sering memakai peci.
Rindu rasanya, hidup tanpa anarki, polusi, tirani
serta oligarki. Yang, hari-hari ini kian tak terkendali, termasuk oleh aparatur
di negeri ini.
Saling membunuh, mencela
dan beradu suara merupakan pemandangan yang kerap kita jumpai, seolah-olah
meminta untuk di perhatikan. Walaupun, bersikap memalukan serta kurang sopan.
Kesimpulan
:
Surga & Neraka, hanya sebuah imaji, bagi mereka yang terlalu sering
bermimpi tanpa adanya tindakan pasti.
banyak yang tidak paham arti moral ternyata ya Mas?
ReplyDeletemereka hanya memandang dalam kacamata sesaat, dan itu diyakininya sangat absolut. celakanya, banyak orang yang kita percaya (dengan sebuah mekanisme demokrasi)ada di pusaran itu.
meringis menjerit sbnarnya klo hidup dinegara spti ini.
ReplyDeletelagi2 ttg sebuah kesadaran....
reformasi memang sudah merubah banyak sekali aspek kehidupan di negeri ini ya mas. sayangnya ada beberapa perubahan yang justru ke arah yang kurang baik ya.
ReplyDeletehaji sekarang lebih kental unsur pencitraan ketimbang ibadah ketoknya. kalo beneran ibadah, kenapa pula mesti dicantolin di depan nama sebagai gelar. biar semua orang tau pernah naik haji gituh..?
ReplyDeleteBermimpi, mengira sudah melaksanakannya ... padahal belum
ReplyDeleteYah begitulah negeri kita sekarang, semua cuman topeng. Yah, begitu deh orang yang gila jabatan. Banyak orang-orang munafik di negeri ini. Nice.. :)
ReplyDeletehem... cuma bisa berharap ke arah yang lebih baik...
ReplyDeletekalau pun mereka tidak, tetap mencoba pada diri sendiri yang sudah diajar apatis dan tidak empati sedari kecil, mudah-mudahan tidak seperti itu lagi... ^_^
jangan lah hidup krn gengsi, gengsi ga dibawa mati :D
ReplyDeletereformasi perlu tapi harus dalam segi positif ya
ReplyDeletelha wong sekarang orang pada berlomba buat haji kok, Mas. Kalo sudah haji nanti dipanggil pak Haji, disegani, dihormati. tapi ya kelakuane sama saja yang tak pernah kenal kata mengaji..
ReplyDeleteWah nggak ada yang menjamin kalau yang pergi haji masuk surga. Belum tentu yang pergi kesana jadi haji mabrur kan?
ReplyDeletenegri yang perlu ditumbuhkan rasa solidaritas dan kebangsaannya.
ReplyDeletenegeri para priyayi....mungkin ada kemiripan dengan novel Umar Kayam : Para Priyayi...tentang pencitraan ..tentang status sosial..tentang mimpi tanpa aksi
ReplyDeletekalau semua dinilai demi gengsi.. makin rusak saja negeri ini
ReplyDeletesebenarnya telah lelah dengan negeri ini.
ReplyDeleteApa daya terlanjur lahir dan tinggal di sini.
P.S.
Seandainya lahir dan tinggal di arab saudi....
wah beginilah kondisi negeri ini. status sosial masih berlaku dimana2
ReplyDeleteJujur baru pertama kali kesini terus baca tulisan yang judulnya "Negeri Para Priyayi" enak mas dibacanya, terus tujuan yang ingin dicapainya juga pas. Top! :D
ReplyDeleteJadi harus melakukan sesuatu yang pasti bukan hanya mengadai-andaikan seperti ingin bermimpi. Salam! :)
hmmm emang sulit ya mengatur negara ini yang berbeda karkter masing2nya
ReplyDeleteReformasi memang perlu, tetapi sepertinya sistem dan masyarakat negeri ini belum siap menampung segala konsekuensinya..
ReplyDeletesisi kehidupan negeriku :(
ReplyDeleteketika mereka tumbuh dewasa, merajut masa kanak-kanak, pendidikan moral yang mereka dapatkan sama dan esensinya masalah gengsi....
ReplyDeleteTak ayal, hiruk pikuk kejahatan akhlak semakin menjadi dan menjadi semakin mengkhawatirkan.....
Surga & Neraka, hanya sebuah imaji, bagi mereka yang terlalu sering bermimpi tanpa adanya tindakan pasti.
ReplyDelete:) akeh kang apal, Quran Hadist-e, seneng NGAFIRKE marang liyane :)
Syairnya Gusdur, kesimpulan kakak mengingatkan saya sama Syairnya. Anarki, pria berpeci, kekerasan mengatasnamakan agama, ah miris.
Tulisannya keren mas, aku suka
ReplyDeleteNice blog
Wah kalau jaman sekarang tambah parah...
ReplyDeletePara pejabat pada semaunya sendiri, rakyat suruh bayar pajak pph, ppn. Orang pemerintahan pada korupsi.
Pemimpin tidak sesuai dengan latar belakang dan keahliannya.
mari sama2 berdoa...
ReplyDeleteMampir lagi ... BW :)
ReplyDeleteBerlomba berbuat kebaikan adalah salah satu hal yang jarang dilakukan tapi berusaha untuk selalu berbuat baik kelak apa yang ditanam itu yang akan dituai.
ReplyDeletesuka kesimpulannya
ReplyDeletelama tak mampir ke blog ini, entah mengapa saya selalu bersemangat membaca tulisan-tulisan disini
ReplyDeleteRukun islam ada 5, syahadat,sholat,puasa,zakat,haji....knp hanya klo bila ber-haji sj dipanggil pak ato bu haji...pdhl sholat setiap, puasa jg, zakat jg, hr knp g dipanggil pak ato bu sholat,pak puasa ato bu zakat?...tdkkah panggilan itu menyebabkan ujub & riya' menyebabkan amal tak diterima... sia-sia..berhaji berkali2 tp spt tak ada yg membekas dihati..Masyaallah...
ReplyDelete