Siksa Budaya
Yang Tua pada saatnya nanti akan mati. Dan begitu pula dengan yang muda, lambat laun pasti akan mati. Entah karena sakit, dibunuh, kecelakaan atau bahkan karena terlalu serius memandang hidup. Seakan menjadi sajian penutup, dari warna & warni penghantar manusia menuju alam kematian.
Hal sama tapi serupa, juga dirasakan para pelestari budaya. Yang
tersebar diberbagai pelosok Bumi Pertiwi ini. Sadar atau tidak, mereka seolah
menjadi gerbang utama & terakhir dalam hal pelestarian budaya. Yang seakan sudah
memliki kodrat melestarikan budaya, sejak masih dalam kandungan.
Hal menggelikan seperti inilah kesukaan manusia
yang tinggal dikota. Melihat puluhan manusia, tanpa ijazah didadani seperti
badut, terlihat polos sekaligus bodoh. Yang rela menahan
rasa sakit ketika benda tajam & tumpul, mendarat secara bersamaan dibagian tubuh
mereka dalam hitungan detik. Menjadi pemandangan unik nan berbeda, yang bisa di perbincangkan
ketika pulang nanti. Dengan kata lain, membawa buah tangan sebagai bukti pernah
berwisata ketempat tersebut.
Ketika rintik hujan membasahi permukaan bumi
& kemudian di iringi dengan suara petir yang menggelegar. Tapi tak tahu
dari mana asalnya. Seperti itulah mungkin juga, jerit rintahan tangis para
pelestari budaya, yang rela menyiksa tubuhnya satu persatu dengan penuh penghayatan.
Meski mereka tahu, semua itu tak berbalas.
Hidup memang tak selalu enak, namun juga tak
selalu di iringi dengan kata terpaksa. Begitulah potret para pelestari budaya, yang
tidak ada satu pun orang mau tahu. Bagaimana rasanya menjadi tumpuan budaya,
yang tak pernah di eluh-eluhkan oleh siapa pun. Meski secara perlahan tetapi pasti, sudah banyak
yang meninggalkan tradisi lelulur yang menyiksa tubuh. Dan satu persatu pula, bertahan
melestarikan tradisi lelulur tersebut.
Karena arti dari Pengorbanan adalah bagian kehidupan. Harusnya begitu.
Bukanlah sesuatu untuk disesali. Tapi sesuatu untuk didambakan. Seleksi alam, yang akan terus berlangsung. Hingga mereka semua mati, dan budaya mengikuti kepergian mereka setelahnya.
setuju sama kesimpulannya..
ReplyDeletedan juga, yang tak berani berbuat apa-apa karena takut tak bisa menyenangkan hati semua orang, takkan pernah berbuat apapun :)
apa yg di dapat ya adalah efek atas apa yg diperbuat. Apa kabar Andy ??? :-D
ReplyDeletePelestari budaya mati, budaya juga akan ikut mati...
ReplyDeleteOrang yang tidak berani berbuat apa-apa, tidak boleh mengharapkan apa-apa. Saya setuju dgn kalimat itu. Itu sama saja dgn orang yg tdk bekerja tp mengharapkan bayaran, itu kan lucu.
ReplyDeletekeberagaman hidup yang menjadi hidup itu lebih hidup sobat...
ReplyDeletekesimpulanx dalemmm! *smile
ReplyDeletegk semua budaya hrs dilestarikan cz islam dtg tuk memfilter mana budaya yg pantas dan tdk pantas... *smile
Berterima kasiih kepada orang yang telah membuat perbedaan dalam hidup kitaa..
ReplyDeleteWow.. speechless dahh kakk..
heem, sepertinya masih banyak yg belum bisa membedakan antara budaya dan keprimitifan..:)
ReplyDeletetapi tulisan diatas keren kok gan..:)
ee kang andy, saya cuma bingung kenapa fontnya beda - beda ya dalam satu tulisan..
ReplyDeleteagreed.
ReplyDeletebahkan terima kasih saja rasanya belum cukup
Suka dengan kesimpulannya :) nice post ^^
ReplyDeletebudaya akan eksis sampai kapanpun, nah peran pelestari budaya ini yang mewarnai budaya itu. maka jadilah tari-tarian yang indah berhimpit dengan prostitusi, budaya kerja yang baik berhimpit dengan korupsi.
ReplyDeleteselama manusia hidup budaya akan selalu ada
ReplyDeletememang selalu berubah mengikuti seleksi alam
tapi apapun yang dibudidayakan manusia bukankah itu yang disebut budaya
kalo budaya suatu generasi memang bisa saja hilang
Pelestari budaya yang kadang lumut dari perhatian. Hidup dengan kondisi yang memprihatikan. Generasi muda lebih suka dengan budaya import. Budaya lokal dianggap kampungan dan tidak modren.
ReplyDelete" berterima kasih kepada orang-orang yang membuat perbedaan dalam hidup kita " Wow,,,, setuju bgt,,, dan saya sudah melakukannya :)
ReplyDeletememang nggak mudah melestarikan budaya.
ReplyDeletesudah sunatullah, ada budaya yg menghilang tergerus jaman
ReplyDeleteyang dimaksud di kalimat ini "Melihat puluhan manusia, tanpa ijazah didadani seperti badut, terlihat polos sekaligus bodoh" siapa?
ReplyDeletemasa sih pelestari budaya itu menangis sampai menjerit? saya malah berpikir kalau mereka dengan senang hati melakukannya, karena dari nenek moyang sudah di doktrin untuk mencintai budaya :D
pelestari budaya memang ssosok yang sedikit berbeda dengan orang lain, semoga pengabdian mereka tak sia sia ya.
ReplyDeleteKesimpulannya keren, tapi sy juga suka kalimat di paragraf terakhir, pengorbanan tidak untuk disesali..
ReplyDeletehidup dinikmati saja...
ReplyDeletetp tetep mikir..
:)
Mas Andy, setiap kita melakukan praktek dan ritual budaya.Apakah meresa tersiksa atau tidak, jika ingin dianggap sebagai anggota salah satu kelompok, mau tak mau praktek tersebut harus dilakukan. Itu kan identifikasi bahwa kita bagian dari kelompok..
ReplyDeleteperbedaan itu bikin hidup berwarna-warni
ReplyDeleteYa, pengorbanan bukan untuk disesali. Pengorbanan biarkan begini dan begitu, jalani dengan penuh keyakinan dan semangat, serta ikhlas itu penting, seperti yang dilakukan para pembuat perbedaan :D
ReplyDeletekadang orang mengangap itu sebagai suatu keberanian dan pengorbanan untuk adatnya gan. itu lebih baik daripada para petinggi negri ini, yang hanya bisa berucap tanpa berkorban
ReplyDeleteakhirnya bisa ikutan komen
ReplyDeletekita tak perlu menghentikan waktu untuk mengucapkan terima kasih pada mereka yang membuat hidup menjadi berbeda, karena ucapan terima kasih itu bisa berjalan dengan waktu :D
nyari2 postingan baru 8smile
ReplyDeleteKesimpulannya ajiiib...
ReplyDeleteMempertahankan budaya nggak ada gampang-gampangnya :(
Iya, itulah kenapa budaya kita di klaim sama tetangga sebelah. Salut sama orang-orang yang bertahan dalam melestarikan budaya kita, seharusnya pemerintah lebih perhatian lagi sama mereka.
ReplyDeletenice post/.. setuju sama kesimpulannya.. :)
ReplyDeletesetujaaa... sangat memberi pencerahan.. :)
ReplyDeleteSeleksi alam, yang akan terus berlangsung. Hingga mereka semua mati, dan budaya mengikuti kepergian mereka setelahnya.
ReplyDeleteIia ituh.. Mka.a pak guru di skul ngmg.. "Kalian lah yg akn mnruskan budaya tsb.. Klo bkan klian.. Siapa lagi??" hmmmm
right, i agree :D
ReplyDeletetapi aku msh bingung, kenapa budayawan rela menyiksa dirinya demi melestarikan budaya yg belum tentu berbalas ? -__-
dengan perbedaan hidup menjadi lebih berwarna.kunjungan balasan mas
ReplyDelete