Berkah Negeri Anak-Anak
Dahulu & kini, masih terlihat raut wajah yang sama nampak dari segala sudutnya. Tak ada perubahaan drastis yang mencolok mata. Kecuali warna kulit yang dahulu muda, menjadi senja bercampur keringat asam. Seolah sinar tetap & terus, terjaga dari generasi ke generasi. Meski kita sudah saling berbeda, antara satu sama lain saat ini dengan beliau.
Ini bukan cerita tentang kepahlawan
seorang guru, penjaga mercusuar yang mati tersapu ombak atau prajurit yang mati
mengenaskan dalam perang dunia 1 & 2. Memang rasanya, tidak begitu penting
membahas tentang mereka yaitu Para
Penjual Mainan. Yang dahulu pernah menemani kita semasa kecil hingga beranjak dewasa &terkadang
menjadi teman yang akrab, disaat tak ada teman sebaya disekitar kita.
Masa dimana, dahulu belum mengenal
dunia sepenuhnya. Belum mengenal mana lawan & mana itu kawan. Hingga tak
terasa, berubah menjadi tidak jujur secara perlahan. Tidak jarang juga, kita
berlaku tidak jujur tersebut kepada mereka. Menggelikan memang, ketika orang susah
dibuat susah lagi dengan kelakuan kita.
Sementara setiap tahunnya, wajah –
wajah baru menghiasi bangku pendidikan dengan ceria & penuh senyum
kepolosan. Menggantikan wajah – wajah lama, yang mulai bosan terlebih muak dengan apa yang dinamakan pendidikan. Yang
konon katanya, sangat penting bagi awal kehidupan akan tetapi menjadi tidak
penting ketika diselami.
Namun wajah baru, bukan berarti
harus menggantikan wajah lama. Mungkin itulah, hal yang tidak berlaku hukumnya untuk
Sang Penjual Mainan disekitar
lingkungan sekolah kita sejak kecil hingga beranjak dewasa. Seolah menjadi warna & warni tersendiri, yang selalu akan menghiasi
senyuman riang penuh canda dibalik wajah pendidikan Indonesia, yang amburadul ini.
Setidaknya jika kita malas untuk belajar disekolah, masih ada semangat 45, yang akan membuat gairah berangkat ke sekolah mereka tetap ada & menyala. Sekalipun hal tersebut, tidak boleh ditiru. Inilah siklus tahunan, yang sudah bukan menjadi rahasia umum lagi & setiap dari kita pun sudah tahu hal tersebut.
Setidaknya jika kita malas untuk belajar disekolah, masih ada semangat 45, yang akan membuat gairah berangkat ke sekolah mereka tetap ada & menyala. Sekalipun hal tersebut, tidak boleh ditiru. Inilah siklus tahunan, yang sudah bukan menjadi rahasia umum lagi & setiap dari kita pun sudah tahu hal tersebut.
Kita terkadang bingung & suka
bertanya – tanya, tentang apa yang mereka lakukan, selama puluhan tahun sehingga bisa
tetap bertahan hingga saat ini. Bahkan, jika kita teliti, kesetian mereka pada
dunia anak – anak & lebih tepatnya menjual mainan anak – anak. Lebih lama
& harmonis, ketimbang hubungan kita dengan orang tua, pasangan, teman terlebih kepada Tuhan kita.
Mengherankan bukan, jika sebuah hal
sederhana yang sering terlupa. Kadarnya lebih tinggi dari apa yang kita
bayangkan. Begitulah riwayat sebagian dari kita. Yang harus merelakan masa tua,
demi sebuah masa berguna, yang entah kapan itu datangnya.
Kesimpulan
: Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yang bisa kita lakukan ialah
berbuat sebaik-baiknya dan berbahagia pada hari ini.
Sudut pandang berbeda tentang penjual mainan. Aku selalu suka tulisan-tulisan mas Andy ^____^
ReplyDeleteselalu rindu dg dunia anak2..mainan anak2 skg sangat jauh berbeda dg jaman saya mash kecil...mainan skg banyak yg membuat anak2 kuper,jarang bersosialisasi ...mudah2an ortu lebih bijak memberikan pengertian pd anak2...salut utk penjual mainana anak yg masih setia :)
ReplyDeletemencari visi yang tepat untuk masa depan. apapun yang akan terjadi nanti, kita sudah menyiapkannya.
ReplyDeletekalo waktu saya kecil dulu, yg namanya mainan itu di hadirkan atas kreatifitas anak2 itu sendiri. dari yg bikin mobil2an dari kayu bambu dan sandal bekas, atau perahu dari kertas... nah sekarang semuanya tinggal beli...
ReplyDeleteberusaha sebaik baiknya tenpa menyerah
ReplyDeletewalau ada rasa lelah
jangan pasrah...
Memang jika berbicara masalah mainan anak2 berbeda jaman dulu dengan sekarang dan yang sama hanya penjualnya saja,,,itu lah mungkin yang dinamakan cinta sejati, rasa cinta yang harus kita contoh
ReplyDeletejadi kangen masa2 sd :)
ReplyDeletesekarang mainan anak2 yg dijual di sekolah apaan yah? angry bird? :D
ReplyDeleteiya bener bangeeeet, tukan mainan di SD aku dari jaman aku SD ampe sepupu-sepupu aku yg kecil sekolah disitu juga dia masih setia disitu..
ReplyDeletesepakat dgn kesimpulannya Andy
ReplyDeleteaku sdh berthun2 tak b'kunjung k SDku dahulu. kmrn saat mudik kusempatkn main ke sana, dan tukg mainannya memang msh yg dahulu. aku sampe terhru, skrg dia sdh tak semuda dhulu lgi, tp msh stia dg pekrjaannya.
ReplyDeletesaat kutanya knp tdk beralih pkrjaan, jawabnya, dia slalu bahagia mlihat ank2 yg bahagia dg mainannya...
iya ya... mereka selalu setia ya, inggat jaman masa lalu nie kalau begini.
ReplyDeleteTulisannya bagus mas, Ngena banget..... jadi ingat masa-masa waktu duduk di Sekolah Dasar. Beberapa penjualnya mungkin sudah tiada, namun ada beberapa yang ternyata masih ingat bahkan masih tau nama saya. Itu "something" banget... :)
ReplyDeleteTak ada yang melebihi kebahagiaan seorang anak.
ReplyDeletewah betul bgt tuh. Penjual mainan 'n jajanan pas jaman SDku dulu mpe skrg msh aja jualan yg sama di t4 yg sama. Tp bagi dia mgkn itu kebahagiaan tersendiri krn bs berinteraksi lgsg dgn anak2 setiap hr
ReplyDeleteDitengah maraknya permainan modern dan gadget yang sudah dikuasai oleh anak2, melihat para penjual mainan masih setia dengan dagangannya kok jadi bikin sedih yaaa :(
ReplyDeleteSekarang penjual mainan jualan mainan apa ya? ^^ Monopoli, kartu, topeng-topeng, bola dan bekel masih laku gak ya kalau di jual? apa sudah terkalahkan dengan video game?
ReplyDeleteMensyukuri apa yang ada dan tetap berjuang demi masa depan dan demi sebuah cita-cita.
ReplyDeleteTulisan-tulisannya menarik untuk disimak. Ma kasih telah berkunjung juga di blog saya.
ReplyDelete"Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yang bisa kita lakukan ialah berbuat sebaik-baiknya dan berbahagia pada hari ini" kata-kata yang penuh makna.
Jaman saya SD gak ada yg jual mainan, ada yg jual makanan tp pas saya sdh SMP/SMA sdh ganti orang. Setiap masa akan datang dan silih berganti pemeran juga kan?
ReplyDeletetulisannya bagus.. jarang kita terpikir untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain.. dan ini hal yang ternyata sederhana ternyata punya makna yang luar biasa :) terimakasih sudah mau memberitahu alamat blog anda di twitter saya..
ReplyDeleteHmm... di TK dekat kontrakanku juga masih ada tuh penjual mainan buat anak-anak. Yang dijual juga beragam. Memang iya sih kalo dipikir untung dari penjualan mereka itu nggak banyak ya, tapi mereka tetap bisa bertahan...
ReplyDelete*bersyukur dikasih kondisi yang lebih baik dari mereka (J>o<)J
Maaf- tanpa bermaksud nyinggung Ras- kenapa ya, kalo pedagang kita suka 'betah' dengan profesinya yang itu-itu saja dari tahun ke tahun, tanpa perkembangan berarti?
ReplyDeletesementara kalo pedagang itu warga turunan, mereka beberapa tahun kemudian bisa jadi pedagang besar!
Yg tadinya cuma jual kaki lima, bisa meningkat jadi buka warung trus supermarket!
Ini kisah nyata loh! Sodara saya di Bandung punya tetangga yg tadinya jualan toko kelontong, trus sekarang tokonya berubah jadi supermarket kelas atas!
Mungkinkah etos kerja mereka yg unggul?
Wah jadi inget dulu setiap balik sekolah selalu mampir ke penjual mainan langganan, soalnya selalu ada mainan baru.. :D
ReplyDeletepenjual mainan itu seperti guru, sopir jemputan, penjaga sekolah dan orang2 di sekitar sekolah. aku dulu diantar sopir sampai sekarang beliau masih jadi sopir jemputan :) beliau bahagia sekali dengan pekerjaannya. aku guru TK, sudah 2 kali melihat perpisahan anak2, ada murid2 baru. sedih kadang, tapi yang baru nanti datang dan aku suka lihat wajah2 excited mereka. mungkin itu juga yg ditunggu2 bapak penjual mainan :)
ReplyDeleteKeren, salut, so touching story :')
ReplyDeletekarena setiap anak butuh mainan :)
ReplyDelete