Kami Bukan Pelacur
Kami tidak pernah bermimpi setinggi langit & kami juga tidak pernah tersenyum lebar, selebar luasnya Samudra Hindia. Kami bukannya tuli atau pun buta, namun inilah kami. Manusia tanpa rasa & akal pikiran, yang sering anda temukan atau bahkan anda hina seperti binatang jalang kelaparan yang tak bertuan.
Semua bermula, pada beberapa tahun silam. Ketika
kebutuhan ekonomi, semakin memenuhi isi kepala, belum lagi ditambah dengan
setumpuk persoalan yang berbeda-beda. Hal, serupa, namun tak sama juga di alami
beberapa puluh juta manusia diseluruh penjuru dunia. Berbeda tentunya, dengan
apa yang terjadi disekitar kita saat ini. Tidak peduli, tua maupun muda, semua
berduyun-duyun keluar dari jeratan kemiskinan.
Perlahan namun pasti. Ada yang bergembol,
mencari nafkah secara halal. Dan, ada juga yang bertolak belakang dari kata
halal. Dan sebagian yang lain, tidak kuat menanggung beban tersebut, lalu
menjadi gila kemudian mati, tanpa pemberitahuan, apa lagi atribut bendera
kuning. Yang lebih menyedihkan sekaligus menjijikan adalah sudah menjadi orang
gila, lalu tiba-tiba hamil tanpa sebab & akibat.
Padahal rupa kami, berbeda 360° dengan dahulu.
Dahulu memang tubuh kami, berbentuk seperti gitar spanyol konon katanya, dan
dilengkapi dengan hiasan make up tebal, dibagian wajah. Namun dahulu dan kini,
tentunya berbeda. Berbeda rasa, serta tampilan. Aneh bin ajaib, kata rumpang,
yang cocok menvisualisasikan keadaan kami saat ini. Sudah amburadul luar dalam,
tapi masih diburu terus kenikmatannya.
Karena sudah bukan rahasia umum lagi, jika kerasnya dunia bebas dijalanan Ibukota. Banyak menelan korban kekerasan, baik itu berupa fisik atau pun mental. Inilah potret permasalahan klasik, yang kerap dihadapi oleh para penderita gangguan mental terutama kaum wanita. Karena banyak dari mereka yang dijadikan bahan exploitasi hawa nafsu, oleh orang - orang tidak bertanggung jawab disekitar mereka.
Diluar sana, mereka seolah tidak ada bedanya
dengan para pelacur jalanan. Yang terus diburu kehormatannya, dari
pergantian detik menuju menit, oleh setiap lelak hidung belang, yang haus akan
nafsu sesat & sesaat. Tak bisakah, bercinta dengan satu wanita saja,
dirumah. Tanpa perlu merapas alam kelamin orang lain. Kami sudah susah, sudah
gila & sudah kotor, masih saja terus kau kotori.
Dan entahlah mereka pun tidak tahu, harus menikmati
semua itu, dengan desahan menggoda, atau harus meminta pertolongan dengan setan.
Karena pada dasarnya, mereka yang sekarang, tidak diciptakan untuk berfikir
serta bertindak, seperti kita manusia normal pada umumnya. Yang mempunyai,
cipta, rasa & karsa.
Setelah satu, dua hingga tiga bulan berlalu,
dari tragedi pemerkosaan. Perlahan tetapi pasti, munculah, calon cabang bayi,
dari rahim sang ibu. Terlihat menggelembung buncit, seperti orang yang
kebanyakan makan, makan nasi, makan dosa & makan angin. Peduli apa &
siapa, dengan apa yang ada dalam perut mereka. Mungkin, itulah kata yang sering
keluar dari mulut sebagian manusia. Yang tidak mau peduli apalagi menolong.
Hanya tinggal seberkas harap. Yang bisa mereka
sandarkan kelak, ketika nasi sudah menjadi bubur. Dan kemudian, siapa yang akan
bertanggung jawab, atas nasib bayi tersebut, kedepannya. Menjadi sebuah tanya,
yang tidak akan ada kunci jawabannya, di kamus besar Bahasa Indonesia sekarang
& nanti. Seolah menjadi cerminan nyata, dari bobroknya sytem tata kelola,
sumber daya manusia yang anda di negeri ini. Yang lebih mementingkan aspek
nilai & prestasi, ketimbang masalah moral & akhlak.
Seolah hal tersebut, menjadi bumbu pelengkap, di
riuh rendahnya suasana di kehidupan masyarakat kita yang bersahaja. Tidak ada
ruang & tempat aman di Bumi Pertiwi ini, karena ruang aman &
tenang tidak diciptakan, melainkan dibeli dengan uang. Maka tidak heran, banyak
dari mereka para penderita gangguan jiwa. Tidak dibawa kepusat
rehabilitasi, oleh keluarga atau bahkan kerabatnya.
Karena bukan rahasia umum lagi, segala tindakan
& gerakan, memerlukan biaya yang tidak sedikit setiap bulannya. Seperti
halnya mandi, cuci, kakus yang memelurkan uang Rp.1000-2000/ sekali pakai. Seperti
politik dagelan yang berbunyi “ Ada uang abang disayang, tidak ada uang
abang ditinggal “.
Kesimpulan : Setiap
dari kita bukan orang brengsek, tapi setiap dari kita juga berusaha keras untuk menjadi brengsek.
"Jangan pernah takut menghadapi surga & neraka, karena keduanya dibentuk oleh perilaku & perbuatan kita semasa hidup"
ReplyDeletememang sih...
tp jangan sampe hal tersebut membuat kita jadi tidak takut terhadap Tuhan.
Postingaan iniii..............................JEMPOL Kakk..
ReplyDelete*speechless*
-->> Tidak ada ruang & tempat aman di Bumi Pertiwi ini, karena ruang aman & tenang tidak diciptakan melainkan dibeli dengan uang.<<--
Maka bagaimana dengan si Miskin??
takut juga karena banyak hukum Tuhan yang belum sepenuhnya saya kuasai..
ReplyDeleteaku takut dekati neraka,
ReplyDeletekarna takut bila Tuhan murka,
jadi ingin selalu berusaha,
mendekati surga dengan iman didada...
membacanya
ReplyDeletesungguh
diri ini
perlu juga
introspeksi...
jadi orang miskin/kalangan bawah itu berat... tapi kalau berhasil melewati cobaan-Nya ganjarannya akan lebih cepat masuk surga drpd orang kaya
ReplyDeletekeren judul dan isinya.... ya dinegri ini agama dibelakangkan oleh pemerintah
ReplyDeleteada uang abang disayang nggak ada uang abang ditinggal .. aduh matre amat ya
ReplyDeletesudah seharusnya sebagai makhluk sosial kita harus dapat saling berbagi, namun terkadang karena keegoisan kita, kita lebih cendrung memikirikan diri sendiri daripada memikirkan kebutuhan orang lain yang ada disekitar kita
ReplyDeleteprihatin juga ya mas melihat kenyataan seperti ini, semestinya pemerintah bisa lebih peduli lagi dengan mereka para penderita gangguan jiwa.
ReplyDeletekalau saya pribadi merasa tidak memperlakukan penderita gangguan jiwa atau yang biasa disebut orang gila seperti hewan, tapi saya takut sama mereka, takut di kejar, takut di ganggu, takut di lempar batu, walaupun dalam hati ada rasa kasian
ReplyDeleteTekanan hidup membuat seseorang kuat, sementara yg lain jadi gila. mengapa kita berbeda menanggapi situasi yg sama ya Mas Andy?
ReplyDeletemanusia terkadang bs sama dgn binatng bahkan lbh sadis dr binatang..., smg aja kite2 ini gk demikian Aamiin....
ReplyDeleteapalah mau dikata..kalau sebahagian orang kita menganggap para pengidap gangguan jiwa sebagai sampah masyarakat yang harus disingkirkan...bahkan meskipun mereka adalah keluarga sendiri
ReplyDeletePadahal wanita,
ReplyDeleteterbuat dari rusuk kiri, dekat ke hati untuk disayangi, dekat ke tangan untuk dilindungi. Seperti yg dibukunya Salim A Fillah :)
Kalau bicara tentang mereka cuma turut prihatin aja.
ReplyDeletefrontal.. menyuarakan kebebasan dan pendapat pribadi,, menggelitik tetapi tidak brutal..
ReplyDeletesuka kata - kata nya mas, tapi mungkin jika ditambah solusi bukan judgetment seperti " tidak ada tempat nyaman di bumi pertiwi" kyk ny lebih bagus sfat nya solutif, ketimbang mengutuk kegelapan.. just opini ya mas.. ^__^
lam kenal dari ane yg masih bnyk blajar ini..
Pandangan manusia itu relatif, kecuali Dia. Apalah arti pandangan manusia baik kalau dimataNya kita hina ?
ReplyDeleteYah, entahlah. tulisan ini membuat saya banyak berpikir.
Refleksi yang bagus sekali mas andy.
kalo dikatakan 'miskin' itu suatu takdir, maka akan sedikit orang miskin yg giat berusaha! tapi, usaha itu harusnya didukung oleh sekelilingnya, baik masyarakat atau pemerintah. Skrg, boro2 pemerintah, masyarakat sekitar saja udh ga peduli!
ReplyDeletearti dari "menjaga diri" sekarang sepertinya sudah semakin absurd. Tidak ada yang benar2 aman. Tapi setidaknya wanita jangan memancing. Aku sering liat cewek seksi di busway, trus narik2 rok yang kependekan pas dliatin cowok. Yang bikin miris adalah, si cewek menganggap itu pelecehan. Kita enggak bisa mengatur pendapat dan cara pandang orang tentang kita. Yang bisa kita lakukan adalah berusaha sebaik mungkin agar jangan sampai penampilan dan sikap kita menimbulkan hal2 yang tidak diinginkan.
ReplyDeleteSeharusnya ada yg membantu menanggulangi ini agar tidak banyak lg yg terjerumus
ReplyDeleteNegara kita memang masih kurang banyak dalam segala hal ya, ngurusin yang jiwanya sehat aja masih belum beres, apalagi mo ngurusin yang jiwanya sakit :(
ReplyDeletesetiap dari kita juga berusaha keras untuk menjadi brengsek.
ReplyDeleteitu maksudnya apa ya?
bukannya setiap dari kita ingin menjadi orang baik?
Kata kasihan udah gak cukup lagi untuk menggambarkan nasib penderita sakit jiwa wanita ini. Sungguh betapa tidak bernurani-nya para pelaku. Bukankah mereka tidak gila? Punya akal dan pikiran? Tapi sama saja seperti binatang yang kawin seenaknya.
ReplyDelete>_<
Pemerintah atau kitalah yang harus intropeksi?
pendidikan itu jalan
ReplyDeleteagama itu penerang,,,
mungkin begitu ya..
ada jalan tapi kalo gulita ngk ada penerang,,bisa tersesat,, hehehhe
pertama lihat gambarnya kirain ini ttg penari ronggeng/sinden.. :D
ReplyDeleteaku malah ragu apa mereka masih punya keluarga, apa masih bisa disebut keluarga klo malah membuang anggota keluarganya sendiri...
mari lebih peduli kepada orang sekitar kita. Pemerintah ayo donk lindungi mereka juga
ReplyDeletetulisan bagus...
ReplyDeletekritik yang positif :D
ReplyDeletewah itu tugas pemerintah buat menjaga kaum wanita ya. selain wanita juga harus menghindari keluar malam dan memakai pakaian yg mengundang
ReplyDeletesaya brengsek nggak yah? Kalau anda? :P
ReplyDeleteYaa... ya... ya...
ReplyDeletebukan rahasia lagi ya kalau pemerintah kurang tanggap soal 'kehormatan' ini.
aaah,,, mereka yang memerkosa itu lebih terganggu jiwanya pastinya. hmmmm
ReplyDeletesaya akui, saya brengsek kok.. :)
ReplyDeletemenjadi brengsek pun harus berusaha .....
ReplyDelete:P
luar biasa.. memberikan kacamata lain untuk sudut yang sebenarnya sulit untuk dilihat..!
ReplyDeleteSaya jadi miris membacanya. Mungkinkah pemerintah kewalahan atau mengabaikan kaum ini. Banyak kita saksikan penderita tersebut ada dikota-kota besar. Saya hanya bisa berdoa, semoga kaum ini mendapat tempat layak.
ReplyDeleteberusaha untuk tidak jadi seorang brengsek after read this post :)
ReplyDeleteWanita...sosok yg lemah tapi memiliki energi yg kuat menghadapi satu masalah keterpurukan,terjerumus dosa krn kerasnya kehidupan bukan berarti terjerumus selamanya...msh ada masa depan jika mau berusaha....berjuanglah wahai wanita..
ReplyDeletetapi pada dasarnya mungkin hati nurani mrk nggak pernah sakit jiwa..
ReplyDeleteMantep nih kata-katanya. Bener-bener penulis :)
ReplyDeleteKeren kaa
ReplyDeleteKita harus mengambil kesimpulan hdup kita darimana kita harus mengambil dan darimana kita harus memulai, disaat nafsu datang bulat kanlah untk tdk dipengaruhi nafsu, dikala kalah dgn nafsu kita ditertawakan oleh para iblis yg menggoda, tdk sadarkah kita ini sudah tau mana yg benar dan mana yg tdak. Hargailah diri sendiri insya allah engkau sudah menghargai perasaan org lain. Ingat ini perbuatan seperti lgsg berhadapan sang maha pencipta diakhr kehdupan.
ReplyDeleteasli tulisannya realita sosial bgt :3
ReplyDeleteI like it <3
cuma mau bilang... engga, ga bilang apa-apa soalnya speechless :)
ReplyDeleteMerinding baca tulisan di atas...
ReplyDeleteMemang banyak orang - orang tidak bertanggung jawab disekitar kita.Tetapi yang terpenting adalah apakah bisa kita bertanggung jawab untuk diri kita sendiri? untuk pendewasaan diri sendiri semua keputusan yang diambil harus dipertanggung jawabkan.
ReplyDeletetulisannya bagus bang :)
salam kenal
http://ayunoviantilahinta.wordpress.com
Sebuah realita yang sebenarnya telah banyak terjadi di sekeliling kita, seharusnya pemerintah lebih perduli dengan nasib mereka dengan menempatkan mereka di tempat penampungan yang layak, sehingga bisa meminimalisir kejadian buruk seperti ini.
ReplyDeleteartikel sosial yang mencakup kehidupan agama, pemerintah, ekonomi, moral dan etika.
ReplyDelete# nilai kehidupan yang luar biasa